Berfantasi Lewat Gitar

Judul : Becak Fantasy

Karya : Jubing Kristianto

Produksi :Indo Music

Tahun : 2007


MUNGKIN gitar adalah alatmusik yang paling akrab dan populer bagi masyarakat Indonesia. Dan selama ini, mungkin pula masyarakat kita hanya mengenal gitar sebagai instrumen pengiring atau pembawa melodi. Padahal ada kemagisan luarbiasa dari instrumen berbodi sintal dengan keenam senarnya ini. Asal sang pemain tahu bagaimana membujuknya berbicara layaknya sebuah band bahkan orkestra.

Jubing Kristianto adalah salah satu gitaris yang dengan tekun dan cerdas berhasil membujuk gitar untuk berbicara banyak. Lewat albumnya, Becak Fantasy, Jubing memperlihatkan bahwa steoreotip gitar sebagai instrumen kacangan diputarbalik menjadi instrumen yang pantas bersaing merebutkan kursi primadona di atas panggung konser, bersanding dengan instrumen yang sudah mapan seperti piano dan biola.

Album Becak Fantasy ini dijejali 10 nomor lagu. Dua di antaranya (Ayam den Lapeh dan Becak Fantasy) disertakan dalam dua versi: versi gitar tunggal dan versi orkes. Jadi totalnya ada 12 trek lagu. Semua lagu memperlihatkan kemandirian gitar yang mampu membawakan unsur melodi, ritem, bass, dan perkusi sekaligus.

Nomor Becak Fantasy, yang menjadi tajuk album, disulap sedemikian rupa oleh Jubing sehingga lagu anak-anak ciptaan Ibu Sud yang popular di era lalu ini, menceburkan pendengar pada nostalgia masa kanak-kanak dahulu. Dan dengan daya kreatifnya, Jubing membawakan tema lagu dengan berbagai gaya. Kadang melodi berpindah pada bass, lalu dengan nakal diubah dalam tangga nada minor, kemudian berubah lagi menjadi tremolo pada bass, dan tetap dalam tangga nada minor, hingga kemudian kembali lagi ke gaya di awal lagu. Sedikitnya Jubing memainkan 6 macam gaya dalam mengulang tema lagu. Persis sesuai judulnya, Jubing membawa kita berfantasi ke berbagai nuansa: negeri dongeng, padang pasir, maupun keseharian masyarakat yang dekat dengan becak sebagi alat transportasi kala lalu tersebut.

Pada versi orkestrasinya, ada jalinan suara instrumen gesek, perkusi, hingga tiup. Iringan orkes tidak hanya milik lagu Becak Fantasy, karena hal itu juga berlaku bagi aransemen lagu Ayam den Lapeh. Dibuka dengan dominasi suara instrumen tiup logam, lagu ini terkesan megah. Lalu disusul dengan karakter dangdut yang mengajak bergoyang.

Namun, terasa lebih intim dan jujur ketika mendengar kedua lagu di atas dengan versi aslinya ketimbang versi orkes. Suara orkes justru sering mengganggu pendengar untuk menyimak alur melodi dari gitar. Belum lagi kesan artifisial dan berlebihan. Karena tanpa iringan orkes pun, karakter musik tiap lagunya sudah amat kuat. Dan malah lebih membumi.

Nomor lain yang juga menarik disimak adalah Sinaran, Burung Kakatua, dan Magnificent Seven. Misalnya pada Burung Kakatua, Jubing memikat pendengar dengan cara baru dalam mendengar lagu rakyat yang amat populer ini. Dengan bergaya swing, lagu ini menampilkan dandanan yang tak biasa. Kemenarikan ini diperkuat dengan kawalan bass jalan (walking bass) sepanjang lagu.

Dengan menyisakan beberapa lagu manis lainnya seperti Morning Rain, Song for Renny, Waiting for Sunset, Amelia, dan Lullaby, angka penjualan CD sudah pada angka 7000 kopi sejak diedarkan bulan Juli 2007. Sebuah angka penjualan yang fantastis bagi sebuah album instrumental di Indonesia. Ke depannya, teknik rekaman adalah hal yang wajib diperbaiki. Karena kelemahan ini amat mendasar bagi sebuah album musik.

Album perdana Jubing ini, mungkin satu-satunya album gitar tunggal komersil di Indonesia – walau dulu di era 70-an sampai 80-an sempat tercuat nama gitaris Michael Gan, Nelson Rumantir, ataupun Carl Tangjong, yang menerbitkan album gitar tunggal. Dan lewat Becak Fantasy, Jubing, yang merupakan langganan juara Yamaha Festival Gitar Indonesia (tahun 1987, 1992, 1994, 1995), berhasil membuat pendengar musik di tanahair sadar bahwa wilayah eksplorasi permainan gitar tunggal amat luas dan tanpa batas. (ROY THANIAGO)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *