Plato Mati Diracun

Belum pernah tingkat kepercayaan saya pada masyarakat ini berada para titik sangat rendah seperti sekarang ini.

Barangkali saya lebay. Barangkali karena saya terlalu emosional.

Atau memang kekecewaan saya ini adalah suatu ekspresi yang layak? Bukankah—meminjam slogan gerakan Feminisme pada 1960an—yang “personal is political“?

Minggu lalu saya dikabari bahwa anjing saya Plato mati. Ia mati diracun oleh entah biadab mana lagi. Terlalu banyak orang biadab di negeri ini; negeri yang merasa dirinya lebih luhur karena ketimuran dan kereligiusannya.

Plato tidak diracun sendirian. Satu ekor pitbull ikut bersamanya. Mereka ditemukan tergeletak di halaman rumah dengan mulut berbusa. Ada yang dengan sengaja melempar makanan beracun ke balik pagar.

“Mungkin siang kejadiannya kak, soalnya udah kaku banget badannya”.

Keluarga baru Plato mengirim pesan kepada saya selepas jam makan malam. Mereka, tentu saja, tidak tahu siapa yang melakukan ini.

Setengah tahun lalu Plato diadopsi oleh keluarga ini. Ia saya relakan dirawat orang lain karena saya semakin kehilangan kemampuan untuk merawatnya dengan patut.

Sejak diadopsi, saya belum sempat menemui Plato lagi. Beberapa kali merencanakan berkunjung, tapi waktunya tak pernah cocok. Saya tidak pernah menyangka kabar terbaru tentang Plato adalah soal kematiannya; kematian yang sebetulnya tidak perlu ada kalau keparat itu tidak membunuhnya.

Plato dan kawan pitbull-nya itu bukan tipe anjing yang galak. Plato bahkan irit gonggongan. Mereka tidak dilepas di jalanan. Mereka tidak menganggu siapapun. Bahkan ketika mereka mengganggu sekalipun, tidak ada alasan yang bisa membenarkan pembunuhan atas mereka.

Menjadi biadab, kau tahu, memang tak memerlukan alasan. Kebiadaban cuma butuh sasaran; kebiadaban cuma butuh pelampiasan.

Kalau kau bisa dengan gampang membunuh makhluk hidup hanya demi membuatmu gembira, atau demi membuat pernyataan tertentu, maka ada yang salah dari caramu menjalani hidup. Dan saya tidak ragu untuk sampaikan ini di depan hidungmu: periksa semua hal yang ikut membentukmu menjadi seorang biadab; semua hal yang mungkin. Periksa ulang tentang nilai di keluargamu, cara menjalankan agamamu, lingkar pertemananmu, pendidikanmu, pengalaman hidupmu, apapun.

Sepanjang hidup di negeri ini, saya mengalami banyak sekali kekecewaan dari masyarakat tempat saya hidup. Tapi baru kali ini perasaan saya dibuat sangat remuk seperti sekarang, melebihi pengalaman-pengalaman lain termasuk kebencian rasial. Dan saya masih belum bisa menjelaskan mengapa kematian Plato membikin saya begitu amat marah terhadap masyarakat.

Society, you’ve failed me. You’ve truly failed me.