Ada bisikbisik di Gedung Kesenian Jakarta pada malam itu. Namun bisik tersebut mendadak lenyap ketika tirai merah dibuka, dan sosok empat wanita cantik berbalut gaun sepanjang mata kaki muncul dan bernyanyi, “We are dreamgirls…”. Bisikbisik itu pun diganti tepuk tangan panjang.
Adalah Andrea Miranda, Jenna Iriana, Adyuta Abandhika, dan Meliana Effendi, empat biduan muda yang membungkam bisikbisik para penonton yang menghadiri Resital Kolaboratif ‘All The Way’ pada 20 November 2007 malam di Gedung Kesenian Jakarta, Pasar Baru. Para hadirin yang kebanyakan kaum muda itu diajak untuk memakai waktunya demi menyimak olah suara yang disajikan. Dan Dreamgirls, didaulat menjadi lagu pembuka pada resital yang diiringi Purwa Caraka Light Orchestra tersebut.
Lagu pertama milik Henry Krieger, komposer moderen asal New York, itu dibawakan dengan sangat rileks dan energik. Padupadan warna suara yang punya kekhasan dari masingmasing penyanyi dapat terjalin dengan harmonis. Suara bening nan tegas milik Adyuta, suara alto berat khas Meliana, vibrasi mantap dari Andrea, serta vokal primanya Jenna melebur menjadi satu sajian kolaborasi yang apik.
Belum lagi keapikkan ini diiringi sebuah paduan musik yang seluruhnya dibawakan oleh orkes mini. Dengan komposisi strings, brass, perkusi, drum, kibor, dan piano, orkes ini dengan setia menemani pengalaman bermusik pada malam itu. Sayang, alunan instrumen gesek tidak dimainkan segarang brass dan instrumen lainnya. Tatasuara pun sedikit mengalami kekurangan. Volume yang terlalu keras, serta treble yang terlalu keluar, mengganggu kenikmatan indra pendengaran. Namun semua itu terbayarkan oleh tatacahaya yang amat megah dan meriah, untuk ukuran pertunjukkan di gedung kesenian macam GKJ.
Resital yang digelar dalam rangka kegiatan akademis mahasiswa Fakultas Seni Jurusan Musik Universitas Pelita Harapan ini, adalah tugas akhir sebagai salah satu syarat menyandang gelar Sarjana Seni pada bidang peminatan Musik Pertunjukkan. Maka tuntutan untuk menguasai berbagai jenis lagu dari macammacam jaman menjadi pembuktian proses belajar yang mereka tekuni.
Dan tak heran bila kita jumpai sebuah karya dari jaman Barok berjudul ‘Der Tag, der ist so freudenreich’ menyelip di antara lagulagu yang kebanyakan Broadway Music itu. Laiknya karya jaman Barok lainnya, lagu ini pun berstruktur polifonik, yakni sebuah karya musik yang mempunyai lebih dari satu suara utama. Tidak mudah membawakan karya Barok. Karena perlu memiliki kesadaran akan gaya musik kontrapung yang produksi kesemua suaranya harus sama kuatnya. Semua suara penting untuk didengarkan. Justru inilah uniknya kontrapung. (Kontrapung berasal dari kata kontra [berlawanan] dan punctal [nada], berarti nada yang saling melawan). Dan dalam konteks ini, mereka belum optimal membawakan semangat Barok pada lagu karya Johann Eccard ini.
Kemampuan mehadapi aroma panggung juga menjadi ujian berat bagi seorang calon performer profesional. Inilah hal yang terlihat amat kuat pada Adyuta Abandhika. Dengan lugasnya, tak seperti lainnya yang masih canggung, Adyuta sama sekali tak kelihatan risih mempertontonkan sebuah penampilan yang tak hanya olah vokal, tapi juga olah gerak dan mimik. Sehingga penonton dapat menikmati Dhika – panggilan Adyuta – tanpa kerut di kening.
Selesai delapan lagu, istirahat, pertunjukkan dimulai kembali dengan penampilan solo Jenna. Dengan diiringi Fero Aldiansyah sebagai pianis tamu, Jenna membuka penampilannya dengan sebuah dialog parodi. Digambarkan dengan adegan seorang penyanyi yang menjajal kemampuannya, padahal, mungkin, tenggorokkannya sedang gatal.
Lagu milik Stephen Sondheim berjudul ‘Broadway Baby’ ini dibawakan Jenna dengan amat hidup. Ekspresi yang dipancarkan juga amat mendukung keutuhan lagu, walau ada beberapa ekspresi yang terasa kurang pas.
Menyusul kemudian lagulagu seperti ‘Seasons of Love’, ‘Maria’, ‘Lonely Goatherd’, ‘As Long as He Needs Me’, ‘Colors of The Wind’, ‘Lady is a Tramp’, dan terakhir ‘You Could Drive a Person Crazy’. Pada lagu ‘Lonely Goatherd’ karya Richard Rodgers, mereka menghibur hadirin dengan memperlihatkan sebuah tata gerak dan ruang yang dinamis. Sebuah sofa ditaruh di tengah, dan dua duduk di bantalan sofa, dua lagi duduk di tatakan lengan sofa. Sambil duduk bernyanyi mereka bergoyang ke kanankiri, mengikuti hentakan beat musik. Sebuah motif interval sekuens dimainkan bersahutsahutan satu sama lain. Di sini terdengar sekali pharsing dan olah vokal yang mantap dari Jenna.
Sebagai encore mereka membawakan lagu ‘We Go Together’ dan lagu ‘Dreamgirls’ kembali namun dengan aransemen yang berbeda. Kemudian tepuk tangan panjang yang sama pada awal resital, bahkan lebih membahana, mengalir dari beratusratus pengunjung. Mungkin semacam apresiasi kepada keempat biduan tersebut yang dengan sungguh menekuni jalan hidup mereka dalam berkesenian.
Salam kenal juga. trims sudah mau berkunjung ke blog saya.setelah membaca blog anda…. rasanya saya memang punya teman sepandangan untuk diskusi nih.looking forward to reading your next posts