Kita, yang Tak Ada di Layar Televisi


Metro Malam, 26 Sept
Dok. Remotivi
Ada berita apa hari ini, Den Sastro?
 Suara itu sejak lama tidak lagi terasa mengganggu,
 tidak lagi menimbang-nimbang apa yang seharusnya terjadi,
tidak lagi meragukan apa yang telah menjadi berita.
– Sapardi Djoko Damono, dalam “Ada Berita Apa Hari Ini, Den Sastro?”

KABAR APA YANG DATANG dari daerah di luar Jakarta? Dari televisi Jakarta kita tahu, kalau bukan kepedihan dan kemurungan, kabar tentang “mereka” adalah kedunguan, keberingasan, dan keterbelakangan.
Bukankah keberingasan, kalau kabar dari Makassar melulu adalah tawuran atau kriminalitas? Bukankah keterbelakangan, kalau yang dianggap sebagai sebuah diskursus publik lokal adalah berita dari Sumatera mengenai seorang ibu yang menghukum anak dengan menjemurnya? Bukankah oleh televisi kita diharuskan menjadi murung, ketika menyimak berita tentang seorang ibu di Sulawesi yang memelihara buaya sungai sebagai anaknya; dibaringkan di kasur, diberi makan, dan dimandikan?
Potongan cerita di atas cumalah sederet kecil potret mengenai daerah di luar Jakarta yang dibingkai oleh perusahaan televisi Jakarta. Berita mengenai “mereka”, dibuat semenarik mungkin—kalau perlu yang mampu bikin geleng-geleng kepala—khususnya bagi orang Jakarta. Karena tentu yang menarik mengenai “mereka” bukanlah persoalan politik, sosial, atau budayanya yang substantif, yang menyangkut kehidupan “mereka” yang terdalam. Sesuatu yang aneh, sensasional, dan bombastis, justru adalah rumusan yang cihui untuk merampas perhatian “pemirsa yang dibayangkan” oleh para pekerja televisi Jakarta. Apakah kemudian berita-berita itu relevan dan penting bagi daerah tempat sumber berita, itu tidaklah penting bagi perusahaan televisi Jakarta.
Continue reading “Kita, yang Tak Ada di Layar Televisi”